Sabtu, 12 April 2014

Sepenggal Kisah Kebangkitan Islam

Islam bangkit ketika Roma runtuh. 
Ilustrasi
Pada tahun-tahun pertama abad ketujuh Masehi, jalan terbuka lebar bagi Islam untuk menaklukan dunia. Para sejarawan memiliki banyak laporan autopsi untuk menjelaskan bangkit dan jatuhnya Kekaisaran Romawi. Tapi, tak ada penjelasan yang lebih kuat daripada bencana kekalahan terhormat dari Iran. Romawi Greko-Latin dan Iran Persia merupakan dua kerajaan yang saling sebangun dalam hal ekspansi militer, penerapan hukum, pencapaian budaya, pembangunan jalan, dan kehebatan arsitektur mereka. Mereka laksana aliran sistole-diastole dari kompetisi abad ketujuh dalam hal persenjataan, kelembagaan, dan kebudayaan. Orang tak bisa mengapresiasi naiknya Islam ke panggung kekuasaan tanpa menelusuri kematian tak terhindarkan dari dua kekuatan besar ini. Perdamaian antara Romawi dan Iran merupakan interupsi alih-alih keadaan normal. Kadang-kadang, lantaran butuh, terjadi perdagangan di antara mereka. Iran memblokir jalur darat ke Asia. Romawi adalah penguasa di Mediterania. 

Orang Romawi dan masyarakat kelas atas Iran terlalu sibuk berperang di antara mereka sendiri dan mengonsolidasikan wilayah-wilayah taklukan hingga tak punya banyak perhatian satu sama lain sampai satu setengah abad sebelum kelahiran mesias Kristen. Setelah mengakar di sisi Afrika Mediterania, Kota Romawi menderap dengan sepatu bot tentara ke dalam Asia Kecil dan meraih status kekaisaran dunia. Sekitar 50 tahun kemudian, pasukan garda depan kekaisaran Iran yang relatif baru bertemu dengan pasukan Romawi yang merangsek ke Mesopotamia dari tempat mereka berpijak di Afrika Utara. Orang Latin dan Iran belum pernah terlibat dalam pertempuran besar sebelum kontak pertama di Mesopotamia. Pada 96 SM, kedua kekuasaan secara formal telah sepakat menjadikan Sungai Eufrat perbatasan bersama mereka. Sementara itu, para jenderal Romawi mengklaim mendapat dukungan senat saat mereka membagi-bagi Cleopatra, Mesir, Palestina, dan Suriah di antara mereka sendiri. Perang Romawi-Iran pertama akhirnya dimulai 43 tahun kemudian, tepat sebelum Julius Caesar dan Pompey menjerumuskan Republik Romawi dalam perang saudara dan autokrasi berdasarkan keturunan. Sekitar 250 tahun kemudian, Kekaisaran Romawi dan Kekaisaran Iran masih seperti itu. Meski, kadang terjadi perdamaian dan perang dengan bangsa lain yang mengalihkan perhatian mereka. Dalam tarik ulur penaklukan dan kekalahan yang hampir tak terputus selama abad kedua Masehi itu, kavaleri Parthia menyerang Armenia Romawi. Marcus Aurelius mengirimkan legiun untuk mengalahkan pasukan kuda berjubah baja pada 164 M untuk mencaplok Ctesiphon, ibu kota Iran yang megah sekitar 25 mil sebelah utara tempat berdirinya Baghdad kini. Sekitar 30 tahun kemudian, shahanshah Iran yang lain Artabanus gagal mengusir Romawi dari Mesopotamia. Proporsi kekalahannya amat memalukan, sehingga menyebabkan jatuhnya dinasti Parthian. Dengan besarnya jumlah emas dan perak yang dilucuti dari musuhnya, Romawi mampu menunda krisis ekonomi akibat defisit perdagangan parah selama tiga dekade. Shahanshah Parthia terakhir dilenyapkan setelah dinasti mengalami pergantian 43 kerajaan selama hampir 400 tahun. Kemudian, pada abad ketiga Kristen, penguasa baru Sassania Iran mengguncang Kekaisaran Romawi-Latin yang fondasinya sudah melemah. Kavaleri lapis baja dan infanteri berdisiplin baik milik Persia mungkin merupakan mesin militer terbaik di dunia. 

Dalam rangkaian serangan yang tangkas, pasukan Shapur I mempermalukan tiga kaisar Romawi-Latin dan pasukan-pasukan mereka. Sebanyak 70 ribu legiuner yang tertangkap dipekerjakan di seluruh kekaisarannya untuk membangun jalan, menggali kanal, dan mendirikan Kota Veh-Andiokh-Shabur, tempat lahirnya produksi budaya dan ilmiah Sassania masa depan. Tapi, bukan hanya dua kaisarnya dikalahkan dan dipenggal, kaisarnya yang ketiga, Publius Licinius Valerian, bahkan ditangkap dekat Edessa di Turki Tenggara. Bagi seorang kaisar, ditangkap hidup-hidup dalam pertempuran oleh musuh asing merupakan penghinaan. Seratus tahun setelah Shapur mempermalukan Roma, kaisar yang dikenal sebagai Julian Pemurtad akan menyerukan kepada legiuner-nya, dalam kebencian sepenuh hati akan kesombongan Persia. Tapi, sebelum bisa menghadapi orang Sassania secara efektif, kerajaan itu sangat membutuhkan reformasi politik dan stabilitas ekonomi. Pada awalnya, mereka lambat untuk pulih dari keterpurukan ke dalam anarkistis, anjloknya mata uang, dan perang saudara antara apa yang disebut kaisar-kaisar barak. Negara Romawi bahkan mengalami perombakan radikal. Kekuasaan autokratis yang ditanamkan di tangan para kaisar membuat moto yang disakralkan senat dan rakyat Roma. Kerajaan menetapkan kebijakan harga tetap dan membekukan profesi komersial dan birokrasi kunci selama-lamanya untuk keturunannya sendiri. Sebuah sistem perpajakan penyitaan untuk menyubsidi birokrasi yang besar mengalihkan sisa harta kekayaan rakyat biasa dan prajurit ke jajaran tinggi kelas bangsawan dan kelompok mapan militer. Kekuatan militer kekaisaran yang sudah besar itu tumbuh dari 30 legiun yang terdiri atas 300 ribu infanteri menjadi total 435 ribu tentara. Para inovator besar kekaisaran bahkan mencabut perdamaian 30 tahun dengan Iran. Meskipun ekonomi pasar dan basis pertanian melemah secara gawat Romawi abad ketiga berhasil bertahan dari sekitar 60 tahun tantangan Iran, bahkan ketika suku-suku Jerman berulang kali mencabik pertahanan Rhine dan Danube. Oleh: Ani Nursalikah 
 sumber

1 komentar: